Rencana Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) 2020 - 2024 menggarisbawahi bahwa ekspansi perekonomian utamanya akan didorong oleh investasi, yang direpresentasikan oleh komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yang tumbuh 6,88-8,11 persen per tahun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan rata-rata sepanjang tahun 2015-2019 sebesar 5,6 persen. Dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4-6,0 persen per tahun, dibutuhkan investasi setidaknya sebesar Rp. 36.595,6-37.447,6 triliun per tahun sepanjang tahun 2020-2024 yang akan disumbang oleh pemerintah dan BUMN masing-masing sebesar 11,6-13,8 persen dan 7,6-7,9 persen, sementara sisanya akan dipenuhi oleh swasta dan masyarakat.
Dukungan Pemerintah diantaranya adalah upaya untuk menarik investasi dalam rangka industrialisasi terintegrasi hulu hilir dan berbasis hilirisasi sumber daya alam yang dilaksanakan antara lain melalui pengembangan Kawasan Industri (KI) dan smelter. Hal ini sebagai upaya mencapai target pertumbuhan industri pengolahan non migas yang diharapkan meningkat dari rata-rata 4,2 persen pada tahun 2015-2019 menjadi rata-rata 6,2-6,5 persen pada tahun 2020-2024. Pertumbuhan industri hilir pertambangan juga diharapkan meningkat dari rata-rata 0,4 persen pada tahun 2015-2019 menjadi 1,9-2,0 persen pada tahun 2020-2024.
Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 jo. Peraturan Presiden No. 56 Tahun 2018 dengan perkiraan nilai total investasi sebesar Rp. 4.183 triliun dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia juga berpotensi untuk mendorong pemerataan pembangunan di daerah dalam kerangka pengentasan ketimpangan wilayah. Proyek-proyek prioritas/strategis yang dilaksanakan pada tahun 2020-2024 juga diarahkan untuk mendukung pengembangan kawasan strategis antara lain pengembangan komoditas unggulan dan industri pengolahan (hilirisasi) sumber daya alam (pertanian, perkebunan, logam dasar, dan kemaritiman) melalui pemanfaatan dan keterpaduan pembangunan infrastruktur.
Pra Studi Kelayakan (Pra-FS) di wilayah Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah ini merupakan salah satu upaya untuk mempercepat realisasi kedatangan investor dan mempermudah minat investor tersebut untuk berinvestasi. Kajian Pra-FS dilaksanakan melalui pengumpulan dan analisis datanya menggunakan mix method berupa kombinasi metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kualitatif yang dilakukan adalah dengan pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD), wawancara tertulis, kunjungan lapangan, dan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda). Sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan pelaksanaan survei melalui kuesioner, interpretasi peta geospasial kawasan, dan analisis keekonomian dengan data sekunder.
Dari aspek ekonomi investasi yang diperlukan untuk pengolahan permurnian diatas adalah sebesar USD 72-88 juta, dan harga produk akhir sponge iron akan dijual seharga USD 270 /ton. Tenaga kerja yang terserap sebanyak 654 orang, mengonsumsi listrik sebesar 12 MW dan membutuhkan area seluas 40 ha di lokasi Kawasan Industri Tempenek. Berdasarkan hasil analisa keekonomian, pendirian industri smelter besi memerlukan biaya modal (Capex) sebesar USD 80,12 juta dan biaya operasi (Opex) sebesar USD 167,11 per ton produk, serta menghasilkan NPV sebesar USD 61,5 juta, IRR sebesar 9,84 persen dan Payback Period (PBP) selama 11 tahun. Kajian ini menghasilkan beberapa rekomendasi antara lain aspek legal, infrastruktur, kebijakan, tenaga kerja, peran UMKM, dan bahan baku.
Dalam melaksanakan investasi
smelter di Indonesia maka dibuka peluang untuk melakukan investasi secara
berdiri sendiri (standalone) maupun secara integrated. Berdasarkan UU No. 3
tahun 2020 tentang Minerba, yang dimaksud dengan struktur investasi integrated
adalah investor selain memiliki smelter yang akan di bangun, memiliki pula tambang sebagai sumber
bahan baku dan cadangannya. Opsi-opsi ini diharapkan bisa menjadi daya tarik
bagi investor.